Lanjut ke konten

Rencana

September 2, 2008

Mungkin saja Tuhan berfirman seperti itu pada umat-Nya, seperti yang dia yakini. Tapi menurut hemat saya, jangan lupakan ayat di atas: perubahan dari kita dan hasil berdasarkan keseriusan umat-Nya. Maka dari itu, jangan terlalu bermimpi Tuhan akan berfirman pada kita. Firman yang dicetak miring dan tebal di atas. Semua perlu rencana dan usaha nan serius untuk bisa mewujudkannya.

Liburan musim panas, kegiatan saya (dan teman-teman) di malam hari, khususnya, bisa dibilang biasa-biasa saja—kalau tidak boleh mengatakan menyia-nyiakan waktu. Betapa tidak, hampir setiap malam kami hanya ngobrol ”ngalor-ngidul” tanpa jelas alur yang dibicarakan. Kalau meminjam istilah cerpennya plot pembicaraan kami tidak jelas arahnya. Habis ngobrol ini, langsung pindah ke itu. Dari itu pindah topik lagi ke sana.

Seperti malam itu, obrolan kami awalnya curhat masa lalu masing-masing ketika kami masih hidup di Pondok. Lalu, berpindah ke masalah sosial masyarakat sekitar, tempat kami tinggal. Kemudian, kami terseret masuk membicarakan mimpi-mimpi masa depan. Tepatnya kemana langkah kita setelah lulus dari IICC, International Islamic Call College, Libya. Pascasarjanya di mana?

Ada yang bilang ke sana, ke situ, ke sini, dan lain sebagainya. Perbedaan itu indah, jika kita bisa menikmatinya. Bukan malah dijadikan bumbu untuk olok-olokan sehingga terjadi tonjok-tonjokan. Na’udzubillah min dzalik. Semoga Tuhan melindungi kita dari perbuatan tak beradab semacam itu.

Saya hargai setiap pendapat rekan-rekan senasib dan seperjuangan itu. Akan tetapi, saya sedikit kaget dengan statemen salah seorang teman. ”Sudahlah nggak usah muluk-muluk membicarakan masa depan yang masih belum jelas. Ntar juga, kalau sudah tiba waktunya, pasti kita menemukan jalan itu. Contohnya saya. Dari dulu saya tidak pernah bermimpi akan kuliah di sini (Libya, pen) tapi sekarang saya ada di sini, bersama kalian. Begitu juga kalau sudah selesai S1 di sini, kita mau kemana, pasti ada jalan,” sabdanya dengan nada penuh keyakikan bahwa Tuhan pasti memberi kejutan pada hambanya yang ogah merencanakan hidupnya sendiri.

Memang pendapatnya tidak salah, tapi tidak 100 pesen benar. Dan tidak etis. Justru sebaliknya, sejauh mungkin sebelum kita melangkah harus mempertimbangkan terlebih dahulu setiap langkah dan gerak kita. Dengan rancangan yang matang, langkah kita sudah jelas: mau kemana. Jadi, kita tinggal melakoni sedangkan rencana sebagai ”modulnya.”

Sebaliknya, tanpa ancang-ancang yang jelas kita akan mudah puas untuk menjalani apa yang ada di hadapan mata. Sebaliknya, dengan ancang-ancang – atau istilah Habiburahmannya: peta kehidupan— kita merasa tertantang untuk mewujudkan apa yang telah kita mimpikan semenjak dini.

Allah Swt secara tegas memberikan hak yang sebebas-bebasnya pada manusia untuk merubah sendiri apa yang ada pada diri mereka (QS Ar Ra’d: 11). Maksimal atau tidaknya upaya dia merubah keadaan tergantung sekeras apa ia berusaha mewujudkannya (QS An Najm: 39).

Di antara cara untuk mempermudah— setidaknya tidak lebih sulit dalam— proses merubah keadaan kita adalah dengan membuat peta-peta atau rencana kita ke depan: program jangka panjang dan jangka pendek, istilah dalam organisasinya.

Jadi, bila kita membikin struktur yang jelas, apa yang harus dikerjakan dalam minggu ini, minggu depan, dan targetnya apa pada kurun waktu tersebut. Apa program kerja kita dan hasil apa yang harus dicapai satu bulan ke depan, dua bulan ke depan, satu tahun berikutnya, dan seterusnya. Dengan membuat bagan program yang terstruktur dengan rapi, langkah kita bisa terarah. Tidak ngawur atau manut pada waktu.

Simode de Beauvoir, seorang filosof Prancis, memberikan nasihat bijak, ”Ubahlah hidup Anda hari ini, jangan pernah bertaruh untuk masa depan. Beraksilah sekarang, tanpa menunda-nunda.”

So, mau kemanakah kita empat tahun ke depan (setelah selesai S1), itu terserah. Yang perlu dicatat kita harus beraksi mulai sekarang, tentunya setelah menentukan pilihan tujuan kita. Bukan diam menunggu waktu itu tiba, dan menanti kebaikan Tuhan, ”Pascasarjanamu ke sana, hamba-Ku.”

Mungkin saja Tuhan berfirman seperti itu pada umat-Nya, seperti yang dia yakini. Tapi menurut hemat saya, jangan lupakan ayat di atas: perubahan dari kita dan hasil berdasarkan keseriusan umat-Nya. Maka dari itu, jangan terlalu bermimpi Tuhan akan berfirman pada kita. Firman yang dicetak miring dan tebal di atas. Semua perlu rencana dan usaha nan serius untuk bisa mewujudkannya.

Tripoli, 02 September 2008/ 03 Ramadhan 1429

Pukul 2.28 dini hari

No comments yet

Tinggalkan komentar